Jumat, 16 Maret 2018

KASUS BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

  • Kasus pembobolan bank di Indonesia memang bukan hal yang baru
Kasus pembobolan bank di Indonesia bukan cerita usang, pelakunya bisa dari orang luar hingga orang dalam.
tirto.id - Satu sore pada 2011, di salah satu ruangan kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta mendadak suasana jadi tegang. Gara-gara, pemilik bank yang bermasalah keberatan dengan pembacaan vonis hukuman kasus pembobolan bank yang diberikan BI.

Dengan raut wajah tegang dan suara yang meninggi, pemilik bank protes kepada Darmin Nasution, kala itu menjabat sebagai gubernur BI. Bahkan, tangan sang pemilik bank sempat dibentur-benturkan ke meja, tanda marah besar.

Darmin yang dikenal memiliki temperamen yang meledak-ledak apalagi ketika ditantang, kala itu justru bergeming. Usai pertemuan, ia langsung berjalan menuju ruang kerja. Kondisinya tetap sama, Darmin masih terdiam.

Nanang, staf Darmin, lantas bertanya, “Kenapa Bapak diam saja saat pemilik bank berbicara dengan nada tinggi?” Darmin menjawab singkat “Hari ini, saya baru saja kehilangan seorang sahabat,” katanya dikutip dari Bambang Arianto dkk dalam Darmin Nasution: Bank Sentral itu Harus Membumi (2013:106)

Posisi sebagai orang nomor satu di bank sentral memang kerap menempatkan Darmin pada kondisi sulit, terutama ketika menghadapi kasus-kasus tindak kejahatan perbankan. Tentunya, sikap tegas harus tetap dipegang, meskipun kepada sahabatnya sendiri. Apalagi, perbankan adalah bisnis yang mengutamakan pelayanan dan kepercayaan. Bila ada bank yang melanggar ketentuan, harus mendapatkan sanksi tegas guna menjaga kepercayaan.

Darmin memberikan sanksi kepada bank milik sahabatnya itu, lantaran lalai dalam menerapkan manajemen risiko sehingga menyebabkan dana deposito nasabah bernilai miliaran rupiah dibobol oleh kepala cabang bank.

Kasus pembobolan bank di Indonesia memang bukan hal yang baru. Tindakan kriminal yang dikategorikan kejahatan kerah putih atau white collar crime ini memang sangat meresahkan nasabah. Menurut
Hazel Croall, mantan profesor kriminologi di Glasgow Caledonian University, Skotlandia, mengatakan kriteria white collar crime antara lain tidak kasat mata, ketidakjelasan pertanggungjawaban, aturan hukum samar-samar, korbannya kurang jelas, sulit untuk dideteksi dan dituntut, serta sangat kompleks.

Modus pembobolan bank sangat beragam. Namun, kebanyakan kasus tersebut seringkali melibatkan orang dalam. Tanpa ada kerjasama dengan pihak bank, dipastikan sulit untuk membobol bank. Apalagi, bila sistem kontrol berjalan dengan baik.

“Mendapatkan kredit bank misalnya, itu prosesnya kan sangat rumit. Kalau orang-orang bank menjalankan tugasnya secara proper, sebenarnya bisa ketahuan bohong-bohongnya nasabah,” kata pengacara anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) 
Andi Fanano Simangunsong kepada Tirto.

Contoh kasus pembobolan yang melibatkan orang dalam bank adalah pembobolan dana PT
Elnusa Tbk senilai Rp111 miliar pada 2011, yang dititipkan di Bank Mega KCP Jababeka, Bekasi dengan cara memalsukan tanda tangan.

Dari kasus itu, Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhi hukuman kepada Itman Harry Basuki, mantan kepala KCP Bank Mega Jababeka Cikarang dengan kurungan enam tahun penjara, denda Rp300 juta serta uang pengganti Rp1,2 miliar subsider 1 tahun penjara.

Kasus pembobolan bank juga pernah terjadi pada bank milik negara (BUMN), yakni Bank Mandiri pada 2015. Bank yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini juga terkena kasus pembobolan bank senilai Rp1,5 triliun yang melibatkan orang dalam.

Kejaksaan Agung sudah menetapkan tiga tersangka dari pegawai bank pelat merah tersebut, yakni Komersial Banking Manajer Surya Baruna Semenguk, Relationship Manager Frans Eduard Zandra, dan Senior Kredit Risk Manajer Teguh Kartika Wibowo. Selain itu, tersangka dari luar bank adalah Direktur PT Tirta Amarta Bottling Rony Tedy. Namun, tidak menutup kemungkinan Kejaksaan Agung akan menetapkan tersangka baru lainnya dari kasus tersebut. Bahkan, Kejaksaan Agung tengah membidik para petinggi
Bank Mandiri.

Tirto mencoba meminta tanggapan ihwal kasus ini, dengan menghubungi Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Rohan Hafas, melalui pesan singkat maupun panggilan telepon. Sayang, Rohan Hafas tidak merespons.

Kenapa pembobolan atau manipulasi kredit oleh orang dalam bisa terjadi di perbankan?

Proses bisnis yang dilakukan perbankan selama ini, antara lain proses penilaian, pengecekan dokumen fisik, pencairan kredit dan lain sebagainya memang tidak bisa seluruhnya dilakukan secara sistem (by system).

Menurut Andi Fanano Simangunsong, masih banyak proses yang bergantung dari diskresi—kebebasan mengambil keputusan—dari orang-orang yang menempati posisi-posisi tertentu di bank. Artinya, segala sesuatu yang melibatkan orang, menjadi rawan penyimpangan.

Kasus pembobolan bank ini sangat tergantung dari integritas orang-orang bank atau bankir, dan kelihaian nasabah dalam mengajak orang bank untuk berkolaborasi membobol bank. Potensi kasus pembobolan bank masih berpeluang terjadi di masa depan.

share infografik
 Kasus Skimming BRI dan Pemicu Pembobolan Bank Bisa Terjadi
Tindak Pidana Perbankan Meningkat

Keterlibatan orang dalam (bank) pada kasus pembobolan bank yang masuk dalam tindak pidana perbankan juga diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan 
Laporan Tahunan OJK, disebutkan tindak pidana perbankan umumnya bersumber dari internal bank, seperti kelemahan pengawasan internal, kurangnya integritas pegawai, dan kelemahan sistem bank.

Sehingga perlu peningkatan pengawasan manajemen bank melalui pelaksanaan independent review oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI), mengkaji ulang kebijakan internal, serta pengamanan teknologi informasi, dan infrastruktur pendukungnya.

Berdasarkan data OJK, tren jumlah pelaku yang berbuat tindak pidana perbankan meningkat sepanjang 2017. Pada kuartal I-2017, OJK mencatat jumlah pelaku bertambah 5 orang. Pada kuartal II, jumlah pelaku bertambah 10 orang. Pada kuartal III-2017 sebanyak 10 orang, dan kuartal IV-2017 bertambah 41 orang. Total rekam jejak tindak pidana perbankan sepanjang 2017 mencapai 66 orang.

Dari total itu, pelaku dari nonpejabat eksekutif bank mencapai 77 persen, atau sebanyak 51 orang. Disusul, direksi bank sebanyak 7 orang, pejabat eksekutif bank 4 orang, kepala kantor cabang 2 orang, komisaris 1 orang, dan pemegang saham 1 orang.

OJK juga menginvestigasi jumlah kasus penyimpangan ketentuan perbankan (PKP) sepanjang 2017 mencapai 22 kasus. Pada saat yang sama, jumlah kantor bank yang diinvestigasi OJK mencapai 12 bank.

Apa antisipasinya?

OJK merilis
Buku Memahami dan Menghindari Tindak Pidana Perbankan, salah satu cara pencegahan tindak pidana perbankan tergantung dari jenis tindak pidananya. Contoh, tindak pidana yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank. Kasusnya adalah petugas bank tidak melakukan pencatatan terhadap transaksi nasabah.

Untuk mencegah ini, OJK memberikan tips bagi nasabah maupun bank. Untuk nasabah misalnya, lakukan pengecekan terhadap detail transaksi pada rekening koran nasabah dan dokumen bank. Lalu, aktifkan juga fitur SMS banking untuk pengecekan setiap mutasi di rekening.

Bagi bank, tingkatkan pengawasan dan supervisi dari atasan guna menutup celah oknum yang tidak bertanggungjawab. Kontrol yang ketat terhadap setiap transaksi juga harus dilakukan, perhatikan gaya hidup pegawai bank yang ada apakah di luar kewajaran.

Contoh kasus lainnya, pegawai bank menerima dana dari nasabah. Tips dari OJK adalah lakukan sosialisasi secara berkesinambungan tentang tindak pidana bank kepada semua golongan pegawai. Selain itu, tingkatkan sistem pengendalian intern bank dengan melakukan review secara periodik dan terus menerus, dan program whistle blowing system (WBS) jika mengetahui ada pelanggaran ketentuan yang berlaku.

Pembobolan bank yang melibatkan orang dalam tentu merugikan nasabah dan merusak kepercayaan industri perbankan. Apalagi pembobolan bank tak hanya dilakukan oleh orang dalam, di luar sana para penjahat dengan teknologi mengincar dengan berbagai cara termasuk pembobolan dana nasabah via ATM yang biasa memakai modus skimming dan modus lainnya. Baru-baru ini kasus skimming menimpa nasabah BRI.

Pembobolan dana di bank oleh pelaku orang dalam maupun pihak luar, masih jadi pekerjaan rumah otoritas perbankan dan para bankir di Indonesia.

TINDAKAN BANK BRI

BRI AMBIL LANGKAH LINDUNGI JUTAAN NASABAH

Jakarta – Sebagai upaya untuk menjaga transaksi nasabah dari kejahatan duplikasi kartu melalui skimming, Bank BRI telah mengambil berbagai tindakan untuk melindungi kepentingan nasabahnya. Hal ini merupakan bagian dari aspek pengelolaan manajemen risiko BRI dalam upaya menjaga keamanan transaksi dan dana nasabah, terutama di tengah menggeliatnya transaksi e-banking di era e-commerce seperti ini, sehingga sistem keamanan dari segi teknologi informasi (IT) menjadi fokus utama saat ini.

Menurut Sekretaris Perusahaan, Bambang Tribaroto, saat ini BRI tengah melakukan enhancement keamanan di teknologi e-channel BRI. “Kenyamanan nasabah menjadi fokus kami, dan kami pun menghimbau agar nasabah tidak perlu khawatir akan keamanan dalam menggunakan layanan Bank BRI”. Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa interaksi BRI dengan nasabahnya adalah hal yang fundamental bagi bank, sehingga BRI akan melakukan edukasi kepada nasabah untuk menjaga keamanan dan kenyamanan dalam transaksi perbankan.

BRI akan mengganti semua kerugian yang dialami nasabahnya apabila hasil investigasi menunjukkan bahwa terbukti skimming. Menilik pada kejadian dugaan skimming yang terjadi di Kediri, Bambang menjelaskan bahwa Bank BRI telah menyelesaikan investigasi internal secara cepat dan seluruh dana nasabah yang hilang telah dikembalikan secara penuh.

BRI juga telah mengambil langkah preventif untuk mengantisipasi terjadi hal serupa dengan berbagai langkah yang utamanya dalam rangka untuk mengamankan uang nasabah baik dari sisi teknologi maupun kebijakan. BRI juga terus menghimbau nasabah agar mengganti PIN secara berkala, untuk melindungi transaksinya. Selain itu, Bank BRI juga sudah menampilkan tayangan pada layar ATM berupa himbauan untuk menutupi tangan saat memasukkan PIN, nasabah juga diimbau mengaktifkan SMS notifikasi sehingga dapat langsung mengetahui apabila terjadi kejanggalan transaksi pada rekening dan juga meng-install BRI Mobile yang memiliki fitur disable card yang memungkinkan nasabah menon-aktifkan rekening langsung dari handphone sehingga semakin menambah keamanan rekening nasabah.

“BRI terus melakukan edukasi bagi nasabahnya serta masyarakat secara umum dalam mengamankan transaksi perbankan sehari-hari,” tutur Bambang. Edukasi keamanan bertransaksi senantiasa Bank BRI berikan melalui akun sosial media Twitter @kontakBRI, Facebook Bank BRI, website
bri.co.id, SMS, email dan kantor cabang BRI yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Informasi mengenai BANK BRI dapat diakses melalui situs
www.bri.co.id
Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi :
Bambang Tribaroto, Corporate Secretary
Telp. : 021-575-1966, Fax. : 021-570-091
email :
humas@bri.co.id

SARAN SAYA :
 Bank BRI lebih cemat lagi agar tidak lagi terjadi pembobolan seperti ini lagi. Kalau perlu Bank BRI mencoba untuk mencoba inovasi baru dengan cara mengambil uang dengan dengan scan wajah atau sidik jari karena setiap muka semua orang berbeda dan setiap sidik jari kita mempunyai sidik jari berbeda dan unik setiap orangnya . dan memudahkan orang agar tidak membawa atm . keminiman pembobolan akan berkurang
Bank bri 

SUMBER